Home » Events » FOKUS SUTRADARA SHUNJI IWAI DI SEGMEN JAPAN NOW TOKYO INTERNATIONAL FILM FESTIVAL KE-29

FOKUS SUTRADARA SHUNJI IWAI DI SEGMEN JAPAN NOW TOKYO INTERNATIONAL FILM FESTIVAL KE-29

tiff16-shunji-iwai

Dalam setiap penyelenggaraan festivalnya, segmen ‘Japan Now’ selalu menjadi segmen untuk mempresentasikan perkembangan sinema mereka dari tahun ke tahun. Tahun ini, dalam sub kategori baru yang mereka namakan ‘Youth Section’, Tokyo International Film Festival (TIFF/TIFFJP) akan meletakkan fokus mereka ke film-film yang menggambarkan anak-anak dan remaja dalam merepresentasikan masa depan sinema Jepang, sementara Japanese Classics Section tetap akan membawa pemirsanya ke sebuah retrospektif peringatan sejarah sinema mereka.

Mengisi line upDirector in Focus’ dalam segmen ‘Japan Now’, programming advisor TIFF Kohei Ando dalam press conference yang digelar 4 Oktober lalu mempublikasikan pilihan mereka pada sutradara Shunji Iwai. Dalam memilih karya-karyanya yang akan dipertontonkan selama festival berlangsung, Ando mengatakan bahwa sulit untuk memilih filmografi Shunji Iwai yang dinilai potensial untuk merepresentasikan perkembangan sinema Jepang saat ini, sementara walaupun status ‘bagus’ tetap menjadi pertimbangan utama, dayatarik internasional merupakan satu faktor yang diperlukan dalam penentuan final line up-nya.

tiff16-bride-for-rip-van-winkle

Film-film Shunji Iwai seperti yang disebutkan oleh Ando, ‘Fireworks, Should We See it from the Side or the Bottom?’ merupakan karya pertama Iwai yang dianggap sangat berhasil, diikuti oleh ‘Love Letter’ yang merupakan debut feature-nya, berlanjut ke ‘Swallowtail Butterfly’ dan ‘Vampire’ ke puncak pencapaiannya dalam ‘A Bride for Rip Van Winkle’. Bersama Iwai, gelaran press conference itu juga menampilkan sutradara-sutradara muda Jepang, Makoto Shinkai dari ‘your name.’ yang banyak mendapat sorotan internasional hingga ke kalangan Japanese movie freaks Indonesia, Kiyoshi Kurosawa dari ‘Daguerrotype’ serta Koji Fukada yang membawa film terbarunya ‘Harmonium’.

tiff16-your-name

Pilihan untuk memberikan highlight kepada Shunji Iwai sendiri, yang juga didasari oleh style groundbreaking dan fokusnya pada dunia anak muda dalam memuat estetika film-filmnya tergambar dalam sesi Q&A yang dilangsungkan dalam press con tersebut. Iwai, dalam sesinya menyebutkan bahwa dalam rencana co-production dengan China, ia sebenarnya telah memproduksi dan ikut sebagai penasehat dalam beberapa film produksi China. Ia memilih China karena merasa pasar China merupakan pasar industri film yang sangat berkembang belakangan ini, terutama terhadap film-film dengan citarasa arthouse yang mulai bisa diterima oleh kalangan muda.

Selain China, ia juga membidik pasar Rusia yang dinilainya memiliki level Dostoyevskian dalam film-film dari sineas mudanya, apalagi hal ini juga sekaligus mengikuti apa yang dilakukan Akira Kurosawa dalam sejarah panjang sinemanya lewat ‘Dersu Uzala’. Secara personal, Iwai juga menyebutkan bahwa selain memproduksi videoklip musik, ia juga memiliki selera pribadi terhadap karya-karya animasi. Dengan ‘The Case of Hana and Alice’ yang juga ditayangkan di Eropa tahun ini, ia menyadari bahwa sebagian pemirsa Eropa lebih mengenalnya sebagai sutradara animasi.

Begitupun, Iwai tak menolak bahwa pilihannya terhadap style penyutradaraannya terkadang juga memiliki tendensi berbeda sebagai konsumsi festival dan tontonan yang dirilis reguler dalam faktor-faktor lebih komersil. Iwai merasa bahwa dengan rilis reguler film-filmnya dalam konteks komersil, tekanannya jauh lebih besar dibanding penayangan festival di mana ia bisa jauh lebih rileks dengan segmentasi audiens-nya, namun baik terhadap fans dan kritikus, Iwai tetap merasa perlu merangkul lebih luas lagi tipe-tipe audiens yang ada dalam menyampaikan setiap idenya.

Dikenal dengan sebutan ‘Iwai Aesthetics’ lewat pencapaian Iwai dalam film-filmnya, sutradara yang memulai debutnya lewat iklan, videoklip dan dorama ini mencetak box office hit Asia lewat ‘Love Letter’ (1995) diikuti ‘Swallowtall Butterfly’ (1996) dan yang paling dikenal di sini, ‘All About Lily Chou-Chou’ yang dibintangi Hayato Ichihara, Shugo Oshinari dan Ayumi Ito dalam mengadaptasi novel internet soal kehidupan dua orang remaja berusia 14 tahun dan kegemaran mereka atas musik band Jepang fiktif awal 2000-an (aslinya merupakan kolaborasi Iwai, musisi Salyu dan produser Takeshi Kobayashi yang bekerjasama dengannya di ‘Swallowtail Butterfly’) yang disemat dalam judul tersebut. ‘All About Lily Chou-Chou’ juga mencetak prestasi di segmen Panorama – Berlinale tahun 2002 untuk Iwai dan Shanghai International Film Festival di tahun yang sama untuk Best Music dan Special Jury Awards.

tiff16-shin-godzilla

Selain sejumlah film-film Iwai tadi dalam highlightDirector in Focus’, segmen ‘Japan Now’ juga akan diisi oleh penayangan film-film lain dari sutradara muda Jepang antara lain: ‘Too Young to Die’ (Kankuro Kudo), ‘Your Name.’ (Makoto Shinkai), ‘Daguerrotype’ (Kiyoshi Kurosawa), ‘Her Love Boils Bathwater’ (Ryota Nakano), ‘Night’s Tightrope’ (Yukiko Mishima), ‘Happy Hour’ (Ryusuke Hamaguchi), ‘Somebody’s Xylophone’ (Yoichi Higashi), ‘Harmonium’ (Koji Fukada), ‘Rage’ (Lee Sang-li), ‘The Projects’ (Junji Sakamoto) dan ‘Shin Godzilla’ (Hideaki Anno & Shinji Higuchi).