Home » Dan at The Movies » GAME NIGHT (2018)

GAME NIGHT (2018)

GAME NIGHT: AN EXCEPTIONAL CHAOS COMEDY WITH GEEKY POP CULTURE REFERENCES

Sutradara: John Francis Daley & Jonathan Goldstein

Produksi: Davis Entertainment, Aggregate Films, New Line Cinema, 2018

Image: impawards.com

Trend film di Hollywood sekarang memang didominasi oleh blockbusters hi-tech berbujet tinggi; meninggalkan film-film komedi yang kerap mengisi wide release layar lebar musiman di era 80-90an semakin tertinggal walau belum separah komedi romantis. Di antaranya, selain film-film komedi Will Ferrell atau Melissa McCarthy, masih ada beberapa yang bisa menjadi sleeper hit untuk bersaing di tengah blockbuster tadi seperti The Hangover atau Bridesmaids. Dalam racikan lintas genre-nya sebagai temuan-temuan formula baru, komedi-komedi tersebut masih diisi oleh elemen aksi dan sedikit romansa.

Game Night agaknya menjadi sebuah penerus segelintir judul dalam genre-nya yang bisa menarik minat banyak orang, paling tidak di negaranya atas kedekatan budaya permainan manual dari board games ke tebak-tebakan yang masih berlangsung hingga sekarang sebagai aktivitas hangout sekelompok sahabat selayaknya arisan. Pasutri kompetitif Max (Jason Bateman) dan Annie (Rachel McAdams) yang sama-sama penggemar game night dan tengah berusaha memperoleh keturunan seketika terjebak dalam sebuah permainan yang tak pernah mereka bayangkan atas rekayasa Brooks (Kyle Chandler), kakak Max yang sejak kecil memicu kecemburuan baginya karena selalu lebih sukses.

Bersama sahabat mereka, pasangan Kevin (Lamorne Morris) – Michelle (Kylie Bunbury) serta playboy kacangan Ryan (Billy Magnussen) dan kencan barunya Sarah (Sharon Horgan), mereka pun harus berusaha menyelamatkan diri. Belum lagi dengan masuknya tetangga Max, Gary (Jesse Plemons), polisi psikopat yang kerap merasa tersisihkan dari pergaulan.

Satu hal yang sangat spesial dari Game Night selain potensinya yang dekat dengan budaya AS, penulis Mark Perez (Accepted) dengan cermat membangun plot itu dengan referensi kultur pop dari game konvensional ke film untuk membuatnya bisa diterima penonton luar. Setup-setup komedik yang lebih berupa situasional sambil diselingi sejumlah slapstick pun dengan mulus mengalir menjadi sebuah chaos comedy yang rapi dari pengarahan duo John Francis DaleyJonathan Goldstein (sutradara remake Vacation, penulis Horrible Bosses, co-writer Spider-Man: Homecoming).

Selain ragam permainan konvensional (termasuk Pac-Man), dari selebriti dan film yang lewat dalam dialog tebak-tebakan kocak sampai penampilan kembaran Denzel Washington, Malcolm X. Hughes (dikredit sebagai Not Denzel) ke homage film-film populer seperti The Incredible HulkFight Club, The Green Mile, The Game, Taken dan banyak lagi, di atas atmosfer ke aksi komedi ’80-’90an seperti Stakeout, Armed and Dangerous, Night Shift, After Hours dan banyak lagi, walau mungkin memerlukan referensi lebih buat pemirsanya, komedinya juga punya timing tepat untuk meledakkan tawa di atas selipan romansa dan hati ke tengah-tengahnya. Selain dari sisi penokohan, elemen screwball/battle of the sexes dan kelucuan cerdas yang bisa menghindar dari toilet jokes murahan, salah satu adegan terbaik yang di-shot dengan pergerakan dinamis oleh DoP Barry Peterson (21 & 22 Jump Street, Vacation) berebutan Faberge Egg di tengah tangga juga sangat mengingatkan gaya sutradara Blake Edwards menerjemahkan chaos comedy dalam film-filmnya macam Blind Date atau Skin Deep. Dan tentu, dalam trend komedi Hollywood sekarang, ada selingan soundtrack lawas yang memuat 2 lagu hits dari Queen yang ditempatkan dengan pas.

Di luar itu, Game Night masih punya kekuatan dari bangunan karakter dan ketepatan cast. Selain screwball chemistry Bateman dan McAdams , juga dua pasang pendampingnya yang mengalir kocak sekaligus manis di balik kegilaan konsep komedinya, Kyle Chandler dan terutama Jesse Plemons juga sangat bekerja memeriahkan elemen chaos comedy itu. Dan duo Daley-Goldstein yang nantinya bakal menyutradarai instalmen Flashpoint di universe DC tampaknya  benar-benar percaya diri terhadap potensi mereka hingga ke guliran kredit akhir yang membuka kesempatan besar ke sekuelnya. Ini benar-benar tak biasa, seperti membawa pemirsa khususnya para movie geeks menaiki wahana time travel untuk menikmati trend komedi musiman Hollywood ’80-’90an, hanya saja, dengan taburan referensi pop kultur, nyaris layaknya sebuah meta di sepanjang menit yang membuat kita bagai berada di tengah permainan tebak-tebakan nyata dengan ledakan tawa tak terkira. Hilarious! (dan)