Home » Dan at The Movies » KAFIR: BERSEKUTU DENGAN SETAN (2018)

KAFIR: BERSEKUTU DENGAN SETAN (2018)

KAFIR: BERSEKUTU DENGAN SETAN: AN ABOVE AVERAGE ENTRY IN THE TREND OF INDONESIAN ONE-WORD-TITLE HORROR

Sutradara: Azhar Kinoi Lubis

Produksi: Starvision, 2018

Tak sepenuhnya jelas, mungkin, apa patokan kualitas dalam trend genre horor yang tengah naik-naiknya di perfilman Indonesia di tahun ini, kebanyakan dengan judul satu kata yang memang mengacu ke persepsi-persepsi genrenya secara langsung. Sutradara-kah? Star factor-kah? Kredibilitas PH-kah? Satu yang jelas, film-film dalam trend ini, yang memang menjamur sejak kesuksesan Pengabdi Setan – karya Joko Anwar yang jujur, belum bisa tertandingi hingga saat ini, rata-rata laku di pasaran. Dengan bujet yang juga rata-rata berada jauh di bawah usaha-usaha serius lainnya merambah berbagai macam genre, jumlah raihan penonton film-film horor ini, jelek atau baik, paling tidak kebanyakan berada dalam batas aman. Karena itu pula, kecenderungannya belum lagi akan berakhir.

Kafir yang datang dari Starvision setelah Sajen, comeback mereka ke genre horor, sekilas memang terdengar sebagai proyek aji mumpung di tengah trend itu, sekaligus mengikuti trend pendamping daur ulang yang juga tengah marak di industri film kita. Walau kita tahu, film berjudul sama yang juga diproduksi PH-nya di tahun 2002 – yang dibintangi Sudjiwo Tejo dan Meriam Bellina, meski berkualitas buruk tapi laku di pasaran, untungnya proyek yang juga menjual nama Upi sebagai Creative Producer ini bukanlah sebuah remake. Ada referensi di sana, tapi tak lebih dari itu, dan juga ada subjudul Bersekutu dengan Setan yang agaknya mau menekankannya.

Hanya saja, satu yang agak mengkhawatirkan setelah full trailer-nya menyusul teaser yang terlihat menjanjikan, adalah plot yang tampaknya tak beranjak dari kecenderungan plot yang sama dengan beberapa horor kita belakangan termasuk beberapa yang akan menyusul. Soal konflik supranatural yang dipicu karena ‘memanggil yang tak seharusnya dipanggil kembali’. Belum lagi, kebiasaan Upi di film-film yang memuat kreditnya dalam departemen apapun, yang seringkali seolah meng-copycat desain produksi hingga ke atmosfer lebih dari sekedar referensi. Ambience yang terlihat di trailer-nya jelas-jelas punya similaritas ke Pengabdi Setan.

Sri (Putri Ayudya), seorang istri dan ibu yang hidup berbahagia bersama keluarga kecilnya yang harmonis; Herman (Teddy Syach), suami dan dua anak mereka; Andi (Rangga Azof) dan Dina (Nadya Arina), seketika mendapat musibah tak terduga. Mencoba melanjutkan hidup setelah musibah yang tak sepenuhnya wajar di tengah trauma yang mulai menggerus hubungan mereka secara perlahan, serangkaian keanehan mulai terjadi dan kian memuncak dengan sebuah rahasia masa lalu yang mulai terbuka dan mengancam hidup Sri dan anak-anaknya.

Lupakan soal kesamaan nuansa dan elemen-elemen vintage seputar sebuah keluarga kecil yang diganggu problem supranatural dengan Pengabdi Setan, yang paling tidak berhasil dihadirkan Upi dengan desain produksi cukup rapi, Kafir memang muncul dengan presentasi yang kuat bersama sinematografi Yunus Pasolang berikut tata artistik Frans X.R. Paat – dua-duanya nama yang sangat diperhitungkan di film kita, yang terasa sangat eksploratif menelusuri celah-celah ruang dalam genre-nya, bahkan di sekuens akhir yang membuat sebagian penonton tertawa dan berkomentar, sebenarnya ada pilihan jelas dalam template simbolik di genre horor yang menandakan perpindahan karakternya dari kegelapan menuju terang, juga mungkin – alasan-alasan money shots yang paling tidak mau menunjukkan kelasnya ada di mana.

Dan ini sudah hadir sejak menit-menit pertama bersama pertiga awal yang muncul sangat kuat menggenggam perhatian kita sebagai pemirsanya. Dalam genre horor, step-step awal memulai gelaran teror ini merupakan fondasi yang penting, dan seperti lagu yang tak berlama-lama berputar di nada-nada serupa pada verse-nya, skrip Upi dan penyutradaraan Azhar Kinoi Lubis yang cukup naik kelas dari film-filmnya sebelumnya (Jokowi, Surat Cinta untuk Kartini) sudah hadir lebih dari sekedar baik.

Kekuatan atmosfer ini juga membuatnya tak perlu terlalu bergantung pada jump scares meski elemen-elemen pendamping seperti tata suara dari Khikmawan Santosa dan scoring tipikal horor Aghi NarottamaBemby Gusti serta efek khusus dari Canary Project dan Fixit Studio masih belum sepenuhnya rapi dan konsisten di semua bagian. Begitupun, secara keseluruhan, look-nya sudah jauh melebihi film-film sejenis di genre-nya akhir-akhir ini.

Cukup disayangkan juga, di tengah skrip Upi dan Rafki Hidayat yang sebenarnya cukup cermat memuat elemen-elemen mistis lewat sejumlah simbol meski ini bisa jadi sangat menarik untuk diperdebatkan, di luar sedikit kekeliruan dialog dokter yang diperankan Djenar Maesa Ayu soal ranah psikolog dan psikiater dalam konteks penggambaran subjeknya, pacing di pertiga kedua dari Kafir sempat terasa menurun dan bergerak di tempat sedikit terlalu lama meninggalkan eskalasi misterius dalam membawa penonton menelusur lapisan twist-nya. Untunglah ini kembali membaik di tengah pertiga akhir menjelang klimaks meski lagi-lagi ada tonal shift yang cukup serius, namun tak sampai merusak keseluruhan bangunannya. Paling tidak, ia tetap punya quote-quote jagoan dan adegan mengerikan yang akan lama diingat dalam khazanah horor lokal kita. Plus, lagu lawas klasik Mawar Berduri karya A. Riyanto, yang lagi-lagi ada di kesamaan elemen lagu dengan Pengabdi Setan, namun mampu berdiri sebagai rendisi baru yang eerie dan iconic, juga membaur sempurna dengan atmosfer vintage dan penggunaan instrumen organ-nya.

Kekurangan-kekurangan ini juga sangat tertutupi oleh departemen cast yang walau tak terlalu kuat di ansambel dengan star factor, tapi tampil dengan presentasi akting sangat baik. Putri Ayudya menempati kredit terkuat sebagai fokusnya. Memerankan Sri dengan segala perubahan mood hingga mulai sedikit demi sedikit meledak di bagian yang seharusnya termasuk guliran klimaks yang memerlukan konsistensi lebih dari seorang aktris demi perannya, ia berhasil membawa Kafir ke atas kelas rata-rata genre-nya.

Dua aktor belia pemeran Dina terlebih Andi, oleh Nadya Arina dan Rangga Azof, juga tampil sebagai second leads yang kuat tak hanya dari sisi fisik. Begitu pula Indah Permatasari yang sangat berbeda dari biasanya, Nova Eliza berikut Slamet Ambari dari Turah dan Teddy Syach yang tampil singkat tapi bagus, dan tentu saja Sudjiwo Tejo (credited as Sujiwo Tejo) sebagai Jarwo yang memegang referensi ke film berjudul sama produksi 2002 itu di salah satu adegan highlight-nya.

Semua kekuatan ini agaknya mampu menyelamatkan Kafir dari sejumlah kekurangan yang ada di tengah horor atmosferik yang secara keseluruhan tertata cukup rapi terutama dalam bangunan rasa terhadap genre-nya. Meski belum se-level Pengabdi Setan, tetap tampil dengan titik-titik kelebihan dalam presentasi dan ansambel akting sebaik ini, Kafir: Bersekutu dengan Setan jelas bukan horor sembarangan dengan niat sekadar aji mumpung meramaikan trend-nya. An above average entry in the trend of Indonesian one-word-title horror. (dan)