Home » Interview » WAWANCARA EKSKLUSIF BERSAMA AKTRIS LAGA HK JADE LEUNG DI OKINAWA INTERNATIONAL MOVIE FESTIVAL 2019

WAWANCARA EKSKLUSIF BERSAMA AKTRIS LAGA HK JADE LEUNG DI OKINAWA INTERNATIONAL MOVIE FESTIVAL 2019

Merupakan satu-satunya line up film bertema action di Okinawa International Movie Festival (OIMF) ke-11 tahun ini, The Fatal Raid adalah sekuel lepas dari film aksi komedi Special Female Force karya Wilson Chin di tahun 2016. Remake dari film bergenre sama, Inspector Wears Skirts (1988) yang dibintangi Sibelle Hu dan Amy Yip, Special Female Force mendapat sambutan cukup besar saat dirilis tahun 2016. Begitupun, The Fatal Raid yang disutradarai Jacky Brothers tak melanjutkannya dengan genre yang sama. Berubah menjadi action serius dengan hanya beberapa pemain yang tetap hadir namun berbeda karakter, yang hadir ke festivalnya adalah Jade Leung, bintang laga sinema Hong Kong ‘80an yang di sini sangat dikenal lewat Black Cat, rendisi La Femme Nikita berikut dua sekuelnya, bersama produser Wai Hung Yau. Sebelum penayangannya di hari ke-2 OIMF, 19 April 2019 lalu, didampingi Wai Hung Yau, Jade Leung menyempatkan untuk diwawancara perihal The Fatal Raid dan karirnya. Berikut adalah kutipannya:

Ⓒ 2018 YES CULTURE CO., LTD.

Anda memulai karir dengan sangat cepat sebagai action-icon wanita sekaligus memenangkan piala lewat Black Cat. Bisa cerita sedikit bagaimana prosesnya?

Saya dulunya kembali ke Hong Kong sebagai seorang model di awal 90an. Terpilih memerankan Black Cat tentu membuat saya sangat senang dan sampai sekarang mensyukuri hal itu. Saya masih ingat bagaimana sulitnya melakukan adegan-adegan aksi di film itu.

Perjalanan karir Anda juga dipenuhi oleh genre action dan tak jarang dipenuhi adegan baku hantam yang seru, sebagian bersama Oshima Yukari. Apakah Anda masih bersedia melakukan adegan aksi sekarang atau harus memakai pemeran pengganti?

Pastinya masih. Saya masih sangat bersedia melakukan adegan-adegan aksi sendiri sampai sekarang. The Fatal Raid juga bertema action dan punya adegan-adegan aksi yang seru.

Berarti Anda masih sering melakukan latihan martial arts hingga sekarang?

Tidak setiap waktu, tapi saya secara rutin melakukan exercise, dari yoga hingga menari. Saya sekarang juga sedang mengerjakan sebuah serial TV dan genrenya lagi-lagi action. Saya biasanya lebih suka melakukan adegan aksi sendiri tanpa pemeran pengganti.

Seberapa besar Anda menyukai genre action dan martial arts sebelum memulai karir dalam Black Cat?

Saya rasa tidak. Kala itu saya lebih mengejar karir sebagai model di Hong Kong. Mungkin Black Cat yang membuat saya kemudian harus masuk ke genre-nya (tertawa).

Siapa yang menjadi inspirasi Anda dalam peran-peran action?

Sekarang saya kira tidak ada selain menjadi diri saya sendiri, tapi dulu saat memulai karir di Black Cat, Michelle Yeoh adalah salah satunya. Dia bagus dan tangguh sekali saat berperan sebagai Madam (panggilan untuk inspektur polisi di film-film action HK ‘80an).

Instalmen pertama The Fatal Raid, Special Female Force, adalah remake dari action comedy HK ‘80an – Inspector Wears Skirts (di sini beredar dengan judul Beautiful Crime Busters). Di tahun itu, komedi-komedi yang mengarah ke eksploitasi wanita dan berisi wanita-wanita sexy tidak menjadi masalah, tapi sekarang dengan banyaknya gerakan-gerakan feminisme, film-film bertema ini sering mendapat protes. Bagaimana Anda memandang masalah ini?

[Produser Wai Hung Yau] Ah ya. Karena itu, sekuel ini mengambil arah berbeda dari film sebelumnya di tahun 2016. Walau beberapa pemainnya sama, ini merupakan sekuel lepas. Keseluruhan plot dan tone-nya sungguh berbeda. Special Female Force lebih mendekati Inspector Wears Skirts yang bertema action comedy dengan banyak adegan training yang lucu, tapi sekuel ini The Fatal Raid adalah sebuah action serius dengan tambahan plot drama.

Ⓒ 2018 YES CULTURE CO., LTD

Apakah Anda (Jade Leung) tetap memerankan tokoh Madam, atasan dari polisi-polisi wanita ini?

Ya, tapi karakternya sedikit berubah dan lebih menonjol. Seperti yang tadi dikatakan Hung Yau, film pertama lebih mendekati action comedy, dan The Fatal Raid punya plot berbeda sebagai sekuel dari Special Female Force. Rentang kisah 20 tahun juga tidak memiliki hubungan dengan film pertama.

Banyak film sekarang yang datang dengan tema-tema female empowerment, berfokus pada wanita termasuk dalam film-film action. Bagaimana tanggapan Anda terhadap hal ini?

Tentu bagus. Mengangkat tema-tema wanita ke dalam film, seperti yang banyak dilakukan sekarang adalah hal yang sangat baik, tapi juga menurut saya punya sisi kesulitan karena dari sejarahnya, film-film action memang punya sasaran audiens kaum lelaki. Masih banyak juga filmmaker yang menganggap wanita belum benar-benar mampu memainkan peran-peran action, dan karena itu orang-orang harus mulai menonton film-film seperti ini agar menyadari kalau film action dengan wanita sebagai karakter sentralnya bisa lebih banyak lagi dibikin.

Adakah aktor atau filmmaker Hong Kong yang Anda harap bisa bekerjasama dengan Anda suatu hari nanti?

Chow Yun Fat. Saya berharap dari dulu bisa bermain bersama dia dalam satu film. Kalau filmmaker, saya selalu ingin bekerjasama dengan Felix Chong (Chong Man-keung, penulis trilogi Infernal Affairs dan sutradara Project Gutenberg).

Apa pendapat Anda tentang sinema Hong Kong sekarang ini?

Sinema Hong Kong sekarang berada dalam fase di mana film-film produksi lokal Hong Kong berkurang jumlahnya ketimbang dulu. Begitu pula, temanya juga tak lagi se-variatif dulu. Saya harap dalam waktu dekat produksinya akan berkembang lagi karena ada kebijaksanaan baru dari pemerintah untuk distribusi yang lebih luas lagi.

[Produser Wai Hung Yau] [mengiyakan]. Begitupun harus diingat pula bahwa sebenarnya dalam film-film produksi China sebenarnya banyak dikerjakan oleh sineas-sineas lokal Hong Kong. Dalam konteks ‘Chinese movies’ ini sering sekali dicampur-adukkan. Dengan adanya sineas-sineas Hong Kong yang masih aktif berproduksi walaupun di China, seperti Stephen Chow, dan sering sekali produknya berupa joint production (kerjasama), kita tak benar-benar bisa mengatakan bahwa produksi lokal Hong Kong sepenuhnya berkurang. Saya kira bukan saatnya menyebutkan film Hong Kong atau film China secara terpisah sepanjang spirit, semangatnya tetap ada di sana. Pengaruh-pengaruh dari sinema Hong Kong, apalagi dalam film-film action, masih sangat terlihat di produksi-produksi gabungan itu bahkan ke film-film Hollywood atau mungkin film-film action Indonesia. Semangatnya tak akan pernah mati, dan mudah-mudahan bisa semakin berkembang dengan kebijaksanaan baru tadi.

Ⓒ 2018 YES CULTURE CO., LTD

Bagaimana pendapat Anda soal regenerasi aktor di sinema Hong Kong sekarang?

Banyak sekali talenta-talenta yang bagus, hanya saja masalahnya mungkin peran dan produksi yang tepat. Dengan perkembangan yang kita harapkan ke industrinya, mudah-mudahan kita akan bisa mendapatkan aktor-aktor baru yang lebih baik lagi.

Oke. Apa yang menjadi tantangan terbesar bagi Anda dalam proses syuting The Fatal Raid?

Saya selalu senang bekerjasama dengan aktor-aktor baru yang bagus. Tantangan terbesar dalam syuting The Fatal Raid adalah ketika kami harus syuting nonstop dalam waktu 36 jam (tertawa) tapi memang action yang bagus perlu pengorbanan lebih. Dan ini tentu terasa lebih berat lagi karena 10 jam terakhir kami mengerjakan adegan perkelahian sementara 26 jam sebelumnya saya tidak tidur. Untungnya walau badan saya rasanya sudah terasa tidak sanggup, pikiran saya tetap meyakinkan saya untuk meneruskan syuting dengan performa maksimal. Itu tantangan paling sulit buat saya.

Tidak pernah takut luka-luka?

Sekujur tubuh saya sudah penuh dengan luka-luka atau memar setiap mengerjakan film action (tertawa).