POKÉMON: DETECTIVE PIKACHU: TOOK POKÉMON TO WHO FRAMED ROGER RABBIT MEETS BLADE RUNNER-ESQUE, A UNIQUE AND EXTRAVAGANT ADVENTURE RIDE
Sutradara: Rob Letterman
Produksi: Warner Bros., Legendary Pictures, The Pokémon Company, Toho, 2019

Bukan lagi sesuatu yang baru buat Hollywood mengadaptasi waralaba terkenal Jepang – manga, anime atau video game, ke layar lebar. Hanya saja, hasilnya memang seringkali dianggap mencoreng status orisinalnya dan kerap tak lagi berlanjut. Selagi Pokémon versi layar lebar juga bukan baru kali ini ada, dengan lisensi adaptasi internasional yang dipegang Warner Bros. pertama kali lewat Pokémon: The First Movie (1999, Internasional) ke Pokémon 3: The Movie (2000), yang membuat Detective Pikachu menjadi spesial adalah mereka kini membuat versi live action-nya, tentu dengan sentuhan animasi digital untuk menghidupkan karakter-karakter Pocket Monsters ini berinteraksi dengan manusia asli.
Diangkat dari spin-off video game berjudul sama, keseluruhan kisahnya digagas dengan kontinuitas lepas dari produk orisinalnya, baik anime maupun video game. Sutradara Rob Letterman dari Shark Tale, Monsters Vs. Aliens, Gulliver’s Travels dan Goosebumps, juga menulis skripnya bersama Dan Hernandez, Benji Samit dan Derek Connoly (Jurassic World) berdasar ide cerita dari Nicole Perlman (Guardians of the Galaxy, Captain Marvel), ternyata memang datang dengan ide segar bersama sejumlah nama kredibel itu.
Membawanya semestanya ke ranah baru, Detective Pikachu berpusat pada Tim Goodman (Justice Smith), seorang anak muda introvert pekerja asuransi yang tak pernah berpikir untuk memiliki Pokémon. Sebuah kasus yang melibatkan keberadaan ayahnya, seorang detektif swasta di Ryme City, kota buatan pengusaha Roger Clifford (Bill Nighy) di mana Pokémon hidup damai dan berdampingan bersama manusia, lantas mengantarnya ke sebuah penyelidikan, dibantu reporter Lucy Stevens (Kathryn Newton). Tim pun harus bekerjasama dengan Pokémon Pikachu (disuarakan Ryan Reynolds) milik sang ayah yang bisa berkomunikasi hanya dengannya, untuk mengungkap misteri ini.
Visi fantasi Letterman sudah terlihat dari menit-menit pertama menelusuri karakter dan semesta baru para Pokémon ini. Uniknya, Letterman dan timnya membawa Detective Pikachu ke atas template fantasi-misteri ala Who Framed Roger Rabbit (1988) – juga sebuah adaptasi kombinasi live action – animasi berstatus klasik serta gambaran visual ala Blade Runner. Gaya neo noir bercampur neon visuals semi-futuristik itu secara mengejutkan bisa terasa begitu menyatu tanpa sepenuhnya lari dari semesta source aslinya di tengah racikan penuh referensi, menampilkan karakter-karakter Pokémon (selain Pikachu ada Psyduck, Charmander, Cubone, Charizard, Ditto hingga Mewtwo) dan elemen yang sudah akrab buat para fans-nya, tapi juga secara efektif mudah diikuti audiens awam yang tak begitu terbiasa dengan Pokémon.
Di tengah keseimbangan cara tutur lewat visual Hollywood tanpa meninggalkan feel asli Jepang-nya, interaksi Justice Smith – bermain dengan kecanggungan yang pas sebagai tokoh sentral dan Pikachu bersuara Ryan Reynolds yang dimainkan dengan teknik motion-capture plus animasi CGI muncul dengan chemistry, juga sematan humor, diversitas dan penempatan heart factor yang berpadu dengan bagus. Sejumlah karakter pendukung seperti Kathryn Newton dan Bill Nighy pun mewarnai perannya dengan baik, walaupun Rita Ora (ikut menyumbangkan theme song-nya, Carry On – bersama Kygo) dan Ken Watanabe tak berarti banyak sebagai tempelan.
Tentu, bersama sisi teknikal kelas satu dari sinematografi DoP peraih award John Mathieson (Gladiator, X-Men: First Class, Logan) dan scoring Henry Jackman, daya tarik utama Detective Pikachu ada di aspek petualangan seru yang bereskalasi dengan baik menuju klimaks kinetik dengan twist berlapis yang meski bukan monumental namun menambah kedalaman plot-nya secara keseluruhan. Membayar semua ekspektasi yang sudah kita saksikan lewat promo-promonya sejak tahun lalu, Detective Pikachu membuktikan bahwa Hollywood tak selalu gagal mengadaptasi waralaba Jepang ataupun produk-produk video game. Ia bahkan mungkin menjadi produk kolaborasi pertama yang sukses mengadaptasi ranah sumber tadi, meski lagi-lagi, ini bisa jadi sangat relatif buat sebagian orang. (dan)