Home » Dan at The Movies » JOHN WICK: CHAPTER 3 – PARABELLUM (2019)

JOHN WICK: CHAPTER 3 – PARABELLUM (2019)

JOHN WICK: CHAPTER 3 – PARABELLUM : RUNS AMOK FIRING AND FIGHTING AT VERY CLOSE RANGE LIKE THE CRAZIEST ACTION MADNESS

Sutradara: Chad Stahelski

Produksi: Thunder Road Pictures, 87Eleven Productions, Lionsgate, Summit Ent, 2019

Image: impawards.com

Sebut satu franchise action paling fenomenal abad ini, John Wick jelas ada satu di antaranya. Kekuatannya bukan ada hanya pada sang kreator, Chad Stahelski (di film pertama bersama David Leitch), yang sebelumnya malang melintang sebagai stunt coordinator dan action director – yang datang dengan konsep combat-choreographs unik, selalu datang dengan sesuatu yang baru, belum pernah kita lihat sebelumnya, apalagi di sini. Tapi selain itu, sebagai sebuah franchise, John Wick juga berdiri di atas fondasi universe dan game rules yang detil – soal code of honor profesinya yang belum pernah kita saksikan di film-film sejenis.

Meninggalkan kita, pemirsanya, ke eskalasi pertaruhan yang memuncak di klimaks John Wick: Chapter 2, kita seolah sudah bisa meramalkan lanjutannya akan seperti apa. Dan benar, menepati semua janji yang kita lihat dari promo-promonya selama ini, Parabellum – bermakna ‘Prepare for War’ yang terinspirasi dari proverb Latin ‘Si Vis Pacem Para Bellum’ pun melanjutkan sepak terjang John Wick (Keanu Reeves) menjadi excommunicado, buruan berhadiah para pembunuh bayaran seluruh dunia atas tindak pelanggarannya terhadap kode etik High Table, organisasi rahasia yang mengepalai dunianya. Bertaruh mencari perlindungan pada gembong mafia Rusia The Director (Anjelica Huston) menuju situs aman di Casablanca, Wick bergabung bersama sahabat lamanya Sofia (Halle Berry) mengarungi gurun pasir Maroko. Sementara Adjudicator (Asia Kate Dillon) dari High Table bergerak meminta pernebusan dosa dari dua pentolan Continental, Winston (Ian McShane) dan Charon (Lance Reddick), juga The Bowery King (Laurence Fishburne) yang dianggap melanggar aturan karena membantu pelarian Wick, pun bekerja sama dengan Zero (Mark Dacascos), pembunuh bayaran dengan maksud terpendam yang mati-matian ingin meringkus John Wick.

Hal terbaik dalam Parabellum mengarungi 147 menit durasi cukup panjangnya adalah bagaimana Stahelski menyemat pameran koreografi aksi bertingkat dari awal nyaris nonstop hingga akhir dengan level keseruan luar biasa. Kali ini, lupakan skrip dari penulis tetapnya Derek Kolstad – kali ini bersama Chris Collins (Sons of Anarchy), Shay Hatten dan Marc Abrams mengekspansi semestanya tanpa bisa menghindari repetisi elemen-elemen plot yang sudah kita lihat sebelumnya walaupun bukan berarti sama sekali tak ada sisi baru yang diperlebar terhadap aturan-aturan main dalam dunia para pembunuh bayaran ini.

Menggelar adegan-adegan aksinya secara inovatif, bermain baku hantam, adu pisau hingga tembak-menembak dalam jarak dekat – literally at close range, menggunakan elemen stunts apa saja yang bisa mereka gunakan dari kendaraan bermotor hingga hewan, Stahelski benar-benar menguji batasan profesi awalnya sendiri ke ranah yang sungguh tak terbayangkan. Begitu juga bagi Keanu Reeves, walau di beberapa bagian terasa agak lambat meng-handle adegan aksi dengan bobotnya yang terlihat kian bertambah, eksplorasinya di sebagian inovasi koreografi itu masih muncul dengan padu bersama lawan-lawan tandingnya. Dukungan faktor teknis dari sinematografi asal Denmark Dan Lautsen (The Shape of Water, John Wick: Chapter 2) dan editing super-tight serta dinamis dari Evan Schiff juga sangat mendukung visi Stahelski.

Di tengah-tengah mereka, highlight terbesar faktor ini ada pada penampilan lawan-lawan John Wick termasuk Tiger Chen, aktor laga mantan stunt double Reeves di The Matrix yang juga sudah punya action showcase sendiri hingga ikon aksi 90an Mark Dacascos, serta tentu saja – dua yang paling ditunggu di sini, Yayan Ruhian dan Cecep Arif Rahman, lengkap dengan senjata karambit di atas respek tinggi ke latar etnis mereka lewat dialog-dialog berbahasa Indonesia plus sebuah kejutan yang membuat penonton kita menyambut meriah penggalan dialognya. Hanya sedikit disayangkan, Dacascos urung tampil dengan style capoiera, martial arts Brasil yang paling melekat dengan sosoknya buat sebagian besar orang lewat Only The Strong (1993), untuk paling tidak menambah ragam kombinasi tampilan martial arts lintas etnis itu.

Selebihnya, masih ada penampilan aktris senior Anjelica Huston dan Halle Berry, aktris peraih Oscar yang sudah lama tak mendapat showcase layak, bersama sejumlah pemeran tetap franchise-nya; Ian McShane, Lance Reddick dan Laurence Fishburne yang baru muncul di film kedua. Adalah suatu pencapaian besar mungkin bagi Yayan dan Cecep untuk berhadapan sebagai lawan tanding Reeves ataupun dijejerkan hampir sejajar dengan Dacascos, tapi yang paling mengagumkan tetaplah ada di satu scene dengan aktris selegendaris Huston. Sementara Asia Kate Dillon dari serial Orange is the New Black juga tampil menonjol dengan tampilan non-binary-nya sebagai utusan High Table yang sangat memungkinkan akan tampil kembali di instalmen berikutnya.

Dengan digdaya pencapaian adegan-adegan aksi berikut koreografi inovatif tadi, plus durasi tanpa kompromi pula, satu yang sering diabaikan filmmaker lain di film-film action, John Wick: Chapter 3 – Parabellum benar-benar menjadi satu dari sekian action showcase terbaik dalam dekade bahkan abad ini. Benar juga bahwa film-film aksi terbaik memang seringkali lahir dari seorang stunt man/stunt coordinator/action director turns director. Jadi lupakan semua aspek lain, dan nikmati setiap dentuman gelaran aksi dahsyatnya. One of the craziest action madness ever seen on screen! (dan)