
Ryota Fujitsu, programmer advisor untuk segmen Japanese Animation di Tokyo International Film Festival (TIFF) memang merupakan salah satu unsur terpenting dalam perhelatan festivalnya. Beberapa tahun belakangan, TIFF tak pernah meninggalkan segmen ini untuk merefleksikan posisi anime sebagai salah satu komponen kunci dari industri film Jepang yang paling dikenal dunia.
Visinya sebagai kurator film-film animasi, baik film-film baru yang terseleksi, maupun program retrospektif, menjadi salah satu penentu kesuksesan visi TIFF memperkenalkan konten budaya Jepang ke mata dunia dan sebaliknya dalam tujuan pertukaran budaya yang terus diusung TIFF di luar film-film live action. Berikut adalah kutipan wawancara kami dengan Ryota-san yang juga dikenal sebagai kritikus animasi terdepan di industrinya.
Apa saja hal krusial yang Anda benahi dalam segmen Japanese Animation tahun ini?
Saya kira saya bisa menyimpulkannya dalam tiga pilar. Yang pertama adalah untuk membawa informasi baik ke dalam atau pun ke luar Jepang tentang apa yang sedang terjadi pada animasi Jepang. Yang kedua adalah membuat mereka semua mengerti tentang sejarah animasi Jepang. Yang ketiga adalah dalam soal genre. Kami memasukkan film film tokusatsu ke dalam segmen animasi Jepang sejak tahun lalu. Lalu untuk tahun ini kami membuat tema “See 2021 Through the Main Characters” di mana kami menayangkan 3 film animasi Jepang terbaru. Alasan kami memilih tema ini adalah karena masing-masing karakter ini mewakili perkembangan animasi Jepang belakangan. Dalam pengenalan sejarah tadi kami juga membuat program retrospektif yang memutarkan film-film Yasuo Otsuka. Otsuka adalah pionir industri animasi pasca perang Jepang dari Toei Animation yang juga merupakan mentor Hayao Miyazaki dan Isao Takahata. Film animasi Jepang berwarna pertama, THE WHITE SNAKE ENCHANTRESS adalah buatannya, dan bersama Miyazaki dan Takahata mereka berkolaborasi membuat LUPIN 3 dan FUTURE BOY CONAN. Otsuka baru saja meninggal di usia 89 tahun di tahun ini. Terakhir dalam program tokusatsu kami merayakan 50 tahun Kamen Rider dari hari pertama serialnya ditayangkan pertama kali menuju tiga instalmen terbaru yang akan segera diluncurkan dalam 3 tahun ke depan.
Berkaitan dengan perayaan ke-50 tahun Kamen Rider Bagaimana tanggapan Anda soal perkembangan franchise-nya hingga sekarang?
Seperti saya katakan tadi, menyambut 50 tahun Kamen Rider Toei Studio akan mengumumkan tiga proyek terbaru Kamen Rider. Yang pertama adalah THE NEW/SHIN KAMEN RIDER, serial KAMEN RIDER BLACK SUN dan proyek anime pertama Kamen Rider, FUUTO PI. Sejak pertama kali Kamen Rider ditayangkan di televisi-televisi Jepang hingga berkembang sejauh ini, kami mau mengajak penonton melihat Kamen Rider kembali ke asalnya lewat film-film Kamen Rider yang kami tayangkan. Menurut saya secara pribadi Kamen Rider bisa begitu besar karena ia adalah karakter legendaris tokusatsu Jepang terbesar bersama Ultraman. Dalam pandangan penontonnya Kamen Rider adalah karakter yang bisa begitu dicintai karena dalam bertarung membela keadilan, mengalahkan musuh, Kamen Rider tak pernah melupakan akarnya sebagai manusia dan superhero yang sesungguhnya.
Kembali ke tema Japanese Animation tahun ini, “See 2021 Through the Main Characters” tadi, apa yang Anda lihat pada karakter-karakter utama film animasi terbaru ini dalam merepresentasikan kultur dan masyarakat Jepang sekarang?
Sebenarnya bukan hanya soal kultur tapi yang saya bisa katakan, refleksinya sebenarnya lebih kepada lanskap Jepang masa kini, di mana apa yang dilihat masyarakat Jepang sehari-hari dan masyarakat luar terhadap Jepang diterjemahkan ke dalam karya-karya mereka lewat karakter-karakter utamanya, bahkan dalam INU-OH, karya animasi terbaru Masaaki Yuasa yang juga ditayangkan di Venice International Film Festival, yang bersetting di Muromachi Age abad ke-14 Jepang, di mana keseluruhan atmosfer, lanskap dan karakter-karakternya masih sangat bisa terhubung ke kondisi sekarang.
Dari tema-tema science-fiction dalam animasi Jepang yang sangat hidup dan berkembang dulu, belakangan animasi Jepang mulai bergerak semakin membumi sekarang ini. Bagaimana tanggapan Anda terhadap hal ini?
Menurut saya titik balik perubahan tradisi Ini dibawa oleh Takahata dan Miyazaki lewat kesuksesan besar NAUSICAA OF THE VALLEY OF THE WIND di tahun 1984. Setelah itu animasi Jepang mulai menjadi semakin membumi dengan karakter-karakter manusia biasa bahkan bisa saya katakan animasi sekarang adalah cucu dari karya-karya mereka. Animasi-animasi itu tidak lagi ber-setting di dunia lain namun mulai menampilkan kompleksitas yang ada di dunia nyata sekarang.

Di tengah situasi pandemi tahun lalu kesuksesan DEMON SLAYER adalah sebuah fenomena bagi animasi Jepang. Sejauh apa pengaruh positifnya terhadap perkembangan animasi Jepang sekarang?
Tentu ada. Walaupun fantasi, Demon Slayer secara historis mengambil latar masa di Era Taisho, Jepang. Ini sangat erat koneksinya dalam arti positif pada masyarakat Jepang. Saat Era Meiji dan Showa diwarnai peperangan, era Taisho ini terkenal sangat kaya dan sejahtera, juga punya demokrasi yang baik – dikenal sebagai Taisho Democracy, di mana segala budayanya diciptakan oleh rakyat. Ini mau tak mau menciptakan nostalgia walaupun untuk generasi yang tak pernah hidup di era itu, sementara ke segmen penonton lain, ini bisa dirasakan sebagai sebuah dunia baru dengan tatanan berbeda, namun di atas itu semua, daya tariknya ke penonton luar Jepang tentu karena banyak elemen-elemen menarik, seru serta karakter-karakter yang kuat di dalamnya. Kesuksesan animasi-animasi seperti ini, terlebih di kala pandemi di mana semua hal masih dibatasi dan sebenarnya sulit mencapai resepsi maksimal, akan mendorong filmmaker animasi lainnya menjadi bersemangat untuk terus berkarya lebih baik lagi. Apalagi, Demon Slayer memang sudah duluan populer lewat manga di majalah manga yang sangat sukses.
Oke, pertanyaan terakhir; karena Anda datang dari latar profesi kritikus animasi dengan karir yang sangat mapan dan dikenal; saya ingin tahu apa yang pertama kali Anda lihat; atau aspek terpenting dalam sebuah animasi untuk menilai kualitasnya?
(Ryota-san menjawabnya dengan sangat cepat dan yakin) Karakter. Karakter selalu menjadi hal terpenting yang menentukan bagus tidaknya sebuah film animasi. Karakter yang baik akan mendasari animasi yang baik terlepas dari teknis lainnya. Bagaimana karakter itu bisa membangun koneksi dengan audiens-nya, dan saya kira untuk bisa berkomunikasi dengan baik pada audiens, sebuah karakter harus bisa membuat mereka merasa terhubung, seperti teman yang ada di dekat kita, di sekitar kita, dan juga dalam keseluruhan representasinya – seperti kita.
Ya, rasanya saya setuju. Terima kasih.
Menuju ke pengumuman para pemenang penghargaan dan seremoni penutup Tokyo International Film Festival di hari ke-10 festivalnya, 8 November sebelum diakhiri di keesokan harinya, 9 November 2021, sejumlah film dan program-program talk sessions baik secara fisik dan online masih akan tetap dilangsungkan.