Home » Dan at The Movies » YELLOWJACKETS: HOROR SURVIVAL PSIKOLOGIS DENGAN SUBTEKS FEMINIS

YELLOWJACKETS: HOROR SURVIVAL PSIKOLOGIS DENGAN SUBTEKS FEMINIS

Created by: Ashley Lyle, Bart Nickerson

Produksi: Showtime, 2021

Image: Dok. Mola TV

Ada banyak film ataupun series soal sekumpulan orang yang terjebak di hutan belantara dan berjuang mempertahankan hidup. Tambahkan kecelakaan pesawat dan elemen kanibalisme, mungkin sebuah film produksi 1993 garapan Frank Marshall, Alive – yang dibintangi Ethan Hawke dan John Malkovich – di antaranya, akan terbersit di kepala. Tapi, Yellowjackets, serial Amerika produksi Showtime yang tayang mulai November 2021 ini punya elemen lebih lagi. Menambahkan racikan kisah coming of age dari sekelompok tim sepakbola perempuan SMA dengan elemen-elemen horor dan drama psikologis tadi, Yellowjackets yang ditulis oleh duo kreator Ashley Lyle dan Bart Nickerson dari serial Narcos menjadi sebuah sajian yang spesial dan sangat tak biasa. Deretan pemerannya pun tak main-main; ada Juliette Lewis, Christina Ricci dan Melanie Lynskey, paling tidak, yang memerankan versi dewasa karakter yang diperankan Sophie Thatcher, Sammi Hanratty dan Sophie Nelisse, di antaranya.

Yellowjackets yang merupakan nama tim sepak bola putri di sebuah SMA New Jersey, serial ini mengisahkan para personil tim yang dikisahkan unggul dan populer itu. Di bawah komando Jackie (Ella Purnell) yang menjadi kapten timnya, semua tampak menyenangkan hingga saat terbang menuju Seattle untuk sebuah turnamen nasional, pesawat mereka mengalami kecelakaan di atas wilayah Kanada. Seketika, gadis-gadis remaja Yellowjackets ini terdampar di belantara hutan liar Ontario dan mesti berjuang mempertahankan hidup mereka. Ada Shauna (Sophie Nelisse), Natalie (Sophie Thatcher), Misty (Sammi Hanratty) dan Taissa (Jasmin Savoy Brown) bersama sejumlah karakter lain yang harus berjuang dengan masalah, ketakutan dan trauma masing-masing selama 19 bulan dengan cara apapun. Namun Yellowjackets bukanlah bergerak secara linear di kisah survival seperti biasanya melainkan perlahan-lahan menyibak misteri yang kembali membawa karakter-karakter ini di kehidupan dewasa mereka 25 tahun berselang, kembali menelusuri trauma dan rahasia masa lalu masing-masing. Apa yang sebenarnya terjadi lewat kejutan demi kejutan menunggu seiring pengisahannya.

Di sinilah letak kelebihan Yellowjackets sebagai sebuah serial dengan premis yang justru tak lagi baru, tapi punya alur sangat tak biasa dari pergerakan maju mundur penceritaan yang didasari peristiwa mengerikan itu. Twist- after twist – after twist, membuat kita sebagai pemirsanya diajak menelusuri sisi psikologis masing-masing karakter yang dipenuhi elemen sangat kaya di antara tone menegangkan, horor bahkan kesadisan visual cukup eksplisit yang cukup mengganggu, apalagi pilot episode yang disutradarai Karyn Kusama di wilayah “major”-nya di genre horor/thriller feminis. Di tengahnya, Lyle dan Nickerson dengan leluasa menyemat interaksi antar karakter dengan motivasi dan turnover tak terduga, yang walau terdengar kompleks, tapi tetap bisa dinikmati.

Bangunan informasi para karakter yang sangat beragam tapi punya benang merah dari POV feminisme ini juga menyemat banyak sekali permasalahan relevan yang ada di sekitar kita. Bercampur di antara masalah-masalah psikologis hingga terkadang cenderung hadir dengan penggambaran surreal, secara viseral akhirnya  Yellowjackets tetap terasa grounded di sisi drama psikologis ketimbang sibakan misteri demi misterinya. Premis survival tadi bergerak linear hanya sebagai latar cerita yang jauh lebih dalam, kelam untuk membuka sisi survival yang jauh, jauh lebih luas soal kemanusiaan dan kronika pergulatan jiwa karakter-karakter ini dalam keseluruhan 10 episode di musim pertamanya.

Selain penggarapan teknis yang jempolan, termasuk sinematografi dari Julie Kirkwood, C. Kim Miles dan Trevor Forrest, juga komposisi scoring dari Theodore Shapiro, Craig Wedren dan Anna Waronker, satu hal yang sangat perlu dicatat dari Yellowjackets adalah departemen castingnya yang luar biasa cermat, terutama dalam estafet akting versi remaja dan dewasa karakternya. Savoy Brown dan Tawny Cypress yang menokohkan Taissa dengan sempalan elemen feminisme politiknya muncul paling solid, juga Lynskey sebagai Shauna dewasa, namun bukan berarti yang lain tak kalah bagus. Racikan yang sangat tak biasa menggabungkan survival thriller, horor psikologis dan drama coming of age, Yellowjackets memuat semua elemen kompleksnya dengan begitu menarik menawarkan ketegangan demi ketegangan, tak segan juga tampil mengerikan, tanpa pernah melepaskan kita dari genggaman konflik-konfliknya. Dan di atas semuanya, inilah yang membuat serial ini terasa spesial. Yellowjackets musim pertama bisa disaksikan di Mola. (dan)