FAST & FURIOUS 8 (THE FATE OF THE FURIOUS): A TOTAL KINETIC MADNESS
Sutradara: F. Gary Gray
Produksi: Original Film, One Race Films, Universal Pictures, 2017
Tak banyak franchise film yang masih bisa terus tancap gas hingga 8 instalmen, dan ‘Fast & Furious’ jelas adalah salah satu dari segelintir yang ada. Dari street-racing action bercampur heist thriller berstatus cult bagai ripoff ‘Point Break’ (walaupun jauh sebelumnya sudah ada ‘No Man’s Land‘ yang jauh lebih mirip – di sini beredar dengan judul ‘The Trap’), ia sudah bertransformasi menjadi superspy action a la James Bond dengan ensemble dan universe-nya sendiri.
Melaju terus dengan lebih lagi inovasi aksi dan penambahan karakter yang rata-rata berstatus bintang aksi, produser Neal H. Moritz dan Vin Diesel yang kembali setelah instalmen ketiga – bahkan ketika mereka harus kehilangan mendiang Paul Walker namun menyiasatinya dengan memorial menyentuh di ending ‘Furious 7’, uniknya – mereka selalu punya resep untuk terus meningkatkan level-nya seolah langit tak berbatas di atas subteks yang menyelam makin dalam soal makna ‘keluarga’.
Subteks itulah yang kini dipertaruhkan dalam plot ‘Fast & Furious (FF) 8’ dengan Dom Toretto (Vin Diesel) yang dikisahkan membelot bersama gembong cyberterrorist wanita bernama Cipher (Charlize Theron) mengkhianati ‘keluarga’-nya di tengah bulan madu Dom dan Letty (Michelle Rodriguez) untuk merebut device nuklir dari New York hingga ke markas separatis Rusia di tengah salju Siberia. Agen Hobbs (Dwayne ‘The Rock’ Johnson) bersama Letty dan rekan-rekan Dom; mantan kriminal Roman Pearce (Tyrese Gibson), mekanik Tej Parker (Chris ‘Ludacris’ Bridges) dan hacker Ramsey (Nathalie Emmanuel) pun dipaksa bekerjasama dengan mantan musuh mereka, Deckard Shaw (Jason Statham) oleh dinas rahasia Mr. Nobody (Kurt Russell) dan rookie barunya, Eric Reisner (Scott Eastwood).
Tetap berpegang pada jualan utamanya; action spektakuler yang tetap tak menanggalkan kebut-kebutan seru dan pameran mobil-mobil yang tak kalah spektakuler, ‘FF8’ yang kini dipegang sutradara F. Gary Gray dari ‘The Negotiator’, ‘Set It Off’, ‘Straight Outta Compton’ dan tentunya satu yang paling dekat ke ‘Fast & Furious’; ‘The Italian Job’, memang menawarkan apa yang diinginkan penontonnya. Tentu tak salah menanggalkan semua logika di atas wujudnya yang sudah berubah hampir sepenuhnya menjadi fantasi superspy a la film-film superhero. Malah, skrip Chris Morgan yang masuk sejak ‘Tokyo Drift’ bergerak dengan elemen-elemen klise soap opera dalam membangun sisi drama – juga komedinya.
Membolak-balik aspek plot dan karakter-karakter yang ada – mengubah kawan menjadi lawan dan sebaliknya, membawa kembali beberapa karakter yang pernah tampil dalam instalmen-instalmennya – even bringing the dead back alive yang masih mereka lakukan berulang-ulang, sambil terus menyemat karakter baru yang dengan efektif membawa Scott Eastwood, Helen Mirren dan Charlize Theron ke ensemble itu, walau dramanya kadang se-lebay soap opera – suntikan-suntikan komedinya berhasil bergerak luar biasa fun bersama pameran aksi yang makin spektakuler menuju klimaks gila-gilaan yang dipenuhi never before seen sequences. From zombie cars, cars slingshots to nukehead giant submarine, from race-cars to armored tanks, they just pulled-off all the action set-pieces perfectly.
Di sini juga skrip Morgan dan pengarahan Gray bergerak leluasa melakukan mix and match terhadap karakter-karakter itu untuk memperkuat sparks-nya sebagai sebuah fan service, one of the most ultimate ever in a franchise. Melakukannya dengan balance yang sangat terjaga, semua karakter-karakternya – dari Tyrese – Scott Eastwood, The Rock – Statham, Statham – Mirren termasuk satu yang muncul sebagai surprise kecil di bagian klimaksnya, diberikan ruang secara proporsional, seakan saling berlomba mencuri layar bersama pasangan masing-masing tanpa pernah melupakan garisan pentingnya sebagai show of teamworks. Bahkan isu perseteruan The Rock dan Diesel yang menyebabkan mereka nyaris tak muncul dalam satu frame bisa sedikit ditutupi dengan meyakinkan.
Dan memang, satu yang harus diingat; melalui transformasi lintas genre/sub-genre yang sudah berselang 16 tahun lewat 8 instalmen franchise-nya, ‘Fast & Furious’ tak pernah punya aturan baku selain action stunts dan street racing di atas code of honor karakter-karakter ini sebagai satu keluarga besarnya. Kalaupun mau menyebut lagi – adalah set dan lokasi eksotis sebagai arena permainan mereka, plus soundtracks. Selebihnya, bahkan bila satu saat nanti harus beraksi di luar angkasa – yang bukan juga sesuatu yang tak mungkin, anything goes. Breaking the rules, justru jadi kekuatan untuk pengembangan franchise-nya.
Baiknya lagi, skrip Morgan yang jelas sudah sangat mengenal polanya sejak ‘Tokyo Drift’ melakukan semuanya dengan cukup rapi. Tahapan-tahapan bongkar pasang elemen, characters mix and match termasuk friends became enemies & vice versa itu tak lantas jadi berantakan di atas misi dan motivasi yang mereka gagas, tapi justru bisa muncul dengan believable dalam menghindari celah-celah yang beresiko jadi flaws. Dengan kecermatan tinggi, Gray memberi gimmicks buat empati lebih ke sebuah fusi ensemble yang sempurna, lebih dari sekedar cliche twists and turns. Dan kita bisa melihat masih begitu banyak amunisi yang bisa dimanfaatkan lewat pola-pola sama di sekuel berikutnya tanpa harus jadi membosankan.
Tak hanya dalam penempatan cast, kru teknikal intinya pun tetap dipertahankan meski penyutradaraannya berganti demi sebuah kesinambungan action tone yang bagus dan tetap terjaga. Sinematografinya tetap diarahkan oleh DoP asal Australia Stephen F. Windon, editing dari Christian Wagner (kali ini bersama Paul Rubell) serta scoring dari Brian Tyler. Ini mungkin yang tetap menjaga semua elemen pameran utamanya bergerak seperti sebuah proses eksploratif secara konsisten; dengan tensi yang terus mendaki ke batasan-batasan kegilaan yang tak pernah terbayangkan. Physyics defying stunts dan CGI action sequence yang terus mengeksplorasi kemampuan mereka terhadap sebuah cinematic experience yang berhasil melampaui semua pencapaian sebelumnya.
Sementara interaksi dan chemsitry karakter-karakternya semakin berwarna dengan Statham yang berpindah sisi – membentuk highlight sosok tangguhnya lewat adegan aksi juga komedi yang dieksploitasi Gray tanpa tanggung-tanggung bahkan mengingatkan ke karakter Statham di franchise-franchise aksi solo-nya yang lain – in a good way, pemilihan Charlize Theron sebagai sosok villain barunya juga bekerja dengan sangat baik. Meski tak pernah sampai ke tahapan Furiosa dalam ‘Mad Max: Fury Road’ di konteks genre aksi, Charlize memerankan Cipher dengan luar biasa elegan. Begitu juga Kurt Russell, Scott Eastwood dan aktor Norwegia Kristofer Hivju (‘Game of Thrones‘), selagi Helen Mirren tetap menjadi kejutan yang sangat, sangat menyenangkan. Bagian interaksinya bersama Statham adalah salah satu scene komikal paling pecah dalam ‘FF8‘.
Lagi, soal family subtext-nya pun terbangun semakin kuat dengan setup-setup yang tetap diletakkan sebagai motivasi utamanya. No matter how soap opera-ish, elemen drama yang bisa dibuat begitu membaur oleh Gray bersama comical action shows, kalaupun tak mau disebut komedik, bahkan tragedi – bisa membawa penutupnya semanis apa yang mereka lakukan terhadap mendiang Paul Walker di ‘Furious 7’.
So above all, selagi pace ‘Fast Five’ yang membawa franchise-nya benar-benar bertansformasi ke level baru dan stunt-craze – skyscraper car jumps ‘Furious 7’ mungkin tetap sulit untuk ditandingi, ‘FF8’ punya banyak keunggulan berbeda yang membuatnya layak bersanding sejajar apalagi sebagai sebuah ultimate fan service tanpa melewatkan satu pun nama-nama besar yang ada di dalamnya. Apapun alasannya, ini memang yang paling diinginkan semua lapisan pemirsanya dari fans hingga penikmat baru franchise-nya; membuat kita terus ingin menunggu pola bongkar pasang yang sama serta siapa lagi yang mereka bawa buat meramaikan ensemble itu di instalmen berikutnya, dan sejauh mana lagi pameran aksinya akan dibawa. Just when you thought it couldn’t get more fun, ‘FF8’ even throws you to out-of-this-world super-duper fun! A total kinetic madness! Whoah! (dan)