Home » Dan at The Movies » FATHER & SON: DRAMA FANTASI SOAL AYAH, ANAK DAN KESEMPATAN KEDUA

FATHER & SON: DRAMA FANTASI SOAL AYAH, ANAK DAN KESEMPATAN KEDUA

FATHER & SON

Sutradara: Danial Rifki

Produksi: KlikFilm Productions, 2022

© 2022 KlikFilm Productions

Indonesia mungkin tak punya terlalu banyak film bergenre fantasi, apalagi sebagai subgenre dalam sebuah drama atau komedi. Di antaranya, yang mengangkat hubungan ayah dan anak sebagai latar konfliknya, ada film drama aksi fantasi rilisan 2016, Juara, dari sutradara Charles Gozali. Punya kemiripan terutama di elemen fantasi supranatural dan juga subplot soal bullying di ruang didik, Father & Son yang ditulis Dono Indarto berdasarkan cerita Paizin Palma P. dan disutradarai Danial Rifki ini memang lebih mengarah ke road drama walau juga punya sedikit adegan aksi.

Sayang memang, ia hanya menjadi produk OTT yang dirilis di KlikFilm dengan value produksi terbatas. Padahal, deretan cast-nya cukup kuat. Ada Juan Bio One Subiantoro yang lebih dikenal sebagai Bio One, Father & Son juga didukung oleh Dwi Sasono, Cassandra Lee dan Kinaryosih. Selain akting ansambelnya, departemen penulisan dan penyutradaraannya juga cukup layak untuk diperhitungkan walau tampilan secara keseluruhannya cukup sederhana. Menambah list produksi KlikFIlm sebagai subsidiary Falcon Pictures yang sebenarnya punya potensi untuk menjadi tontonan layar lebar setelah Kapan Pindah Rumah, ini paling tidak, bukanlah produk cashgrab untuk platform OTT yang sembarangan.

Walau kesehariannya dilewatkan bersekolah sambil merawat sang Ayah, Rahman (Dwi Sasono), mantan musisi yang tengah terbaring lumpuh karena stroke, Iman (Bio One) yang merupakan putra satu-satunya dari Rahman dan Zahra (Kinaryosih),  tak pernah merasa keberatan. Hanya saja, Iman memang kerap menjadi korban perundungan di sekolahnya, selain juga dihukum berkali-kali karena sering datang terlambat di tengah keperluan keluarga. Sebuah kejadian tak terduga kemudian menyebabkan Rahman meninggal dunia. Iman yang galau pun memutuskan untuk pergi menyendiri melarikan mobil ayahnya hingga tak lama kemudian, secara tak terduga Rahman kembali muncul dalam kehidupannya. Entah keajaiban atau tidak, petualangan singkat antara ayah dan anak ini mulai membawa Iman mencoba menemukan kembali hidupnya di tengah kepingan pertanyaan yang selama ini belum terjawab.

Tak ada sebenarnya yang kelewat spesial dalam penelusuran plotnya, namun penulisan Dono memang bisa didukung dengan baik oleh Bio One dan Dwi Sasono sebagai lini terdepan di ansambel Father & Son. Uniknya, fondasi konflik penuh penderitaan soal perundungan dan kehilangan ini hampir tak pernah jatuh ke ranah menye-menye, tapi dikemas secara playful dan penuh canda lewat pengenalan ulang sosok Rahman sebagai arwah jahil. Diselipi canda dan terasa mengarah ke warna satir buat menertawakan penderitaan, chemistry ayah dan anak antara Dwi dan Bio hadir dengan kuat bersama subplot-subplot yang menyelingi road adventure mereka. Punchline-punchline yang ada di skrip Dono pun bergulir dengan lancar, sesekali memancing tawa namun tak pernah lupa dengan penekanan-penekanan dramatiknya. Kita, sebagai penontonnya, bisa merasa yakin terhadap hubungan ayah dan anak dan percik kerinduan di antara keduanya.

Sebagai Bella, karakter yang mengisi porsi love interest Iman, Cassandra Lee juga bermain menarik. Juga Kinaryosih yang walau tak dapat banyak porsi tapi tetap bisa memperkuat interaksi ansambelnya. Justru Joe P Project yang seperti di kebanyakan film-filmnya, bisa menghadirkan ‘comedic sparks’ yang kocak sebagai kepala sekolah. Dalam banyak film-film remaja kekinian yang sering terjebak membenarkan kemarahan remaja terhadap guru atau orang tua, Danial rasanya cukup punya sensitivitas dengan selipan komedi dari Joe untuk menjaga persepsi-persepsi itu agar bisa lebih dimengerti.

Father & Son juga tak lantas menahan-nahan apa yang diinginkan penontonnya terhadap guliran nasib Iman yang sejak awal sudah di-set untuk memancing empati. Bahwa kita menginginkan karakternya “menang” melawan semua masalahnya, tapi tak lantas terpeleset ke penggambaran-penggambaran serba klise. Ada pengaturan dan timing yang cukup solid dalam gerak dramatisasi dan percikan komedi yang tepat dalam keseluruhan filmnya. Ini simpel dan sederhana, tapi tak juga lantas jadi se-ringan kapas yang lantas lewat begitu saja di tengah durasi tak sampai 80 menitan.

Di departemen teknisnya sendiri, walau kita tahu kelas produksinya yang serba sederhana, sinematografi Budi Utomo juga bekerja dengan baik ke scene-scene panoramik di tengah petualangan road movie-nya. Ada palet warna yang cukup stylish untuk menaikkan kelasnya hingga tak jatuh ke film-film OTT dengan kelas produksi FTV yang serba seadanya, juga iringan lagu-lagu soundtrack ala KlikFilm yang kali ini bisa menyatu dengan baik ke pengadeganannya.

Tapi pada akhirnya, selain interaksi akting jempolan dari Bio One di penampilan akting terbaiknya sejauh ini (di antara aktor-aktor muda seangkatannya, Bio tak lantas hanya mau menjual fisik semata tapi punya potensi akting sangat terjaga), juga Dwi Sasono bersama-sama di fokus sentralnya, tema ayah dan anak yang diusung Father & Son memang bisa menyeruak dengan sangat relatable. Betapa banyak dari kita yang merindukan kesempatan kedua terhadap orang-orang yang kita cintai namun keburu pergi, Father & Son cukup memunculkan harapan untuk bisa terus berjalan, membuat semua kemasan dramatik dan selipan komedinya bisa tersampaikan dengan sangat menyentuh. Ia mungkin tak sepenuhnya sempurna dan di kelas produksi lebih bisa jadi jauh lebih baik lagi, tapi paling tidak, dengan aftertaste yang membuat kita ingin sesegera mungkin memeluk orang tua, ini adalah salah satu produksi terbaik KlikFilm di antara yang ada. (dan)